Newest Post
// Posted by :Unknown
// On :Jumat, 28 Maret 2014
BAB 5 (Dinamika Organisasi)
Pengertian Dinamika Organisasi
Pengertian Dinamika Organisasi
Dinamika Organisasi adalah suatu organisasi
yang terdiri dari dua atau lebih individu yang memiliki hubungan psikologis
secara jelas antara anggota satu dengan yang lain dan berlangsung dalam situasi
yang dialami.Didalam dinamika organisasi ada beberapa hal yang sering terjadi
,antara lain:
Konflik
Konflik adalah perbedaan pendapat
antara anggota satu dengan yang lain akibat kurangnya komunikasi di dalam
organisasi.Konflik Organisasi (organizational conflict) adalah ketidaksesuaian
antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok organisasi yang timbul
karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya- sumber daya
yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau kenyataan bahwa mereka
mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai dan persepsi.Konflik dapat
menimbulkan bermacam-macam dinamika prilaku berorganisasi.
Jenis-jenis
konflik:
Dinamika Konflik
Konflik adalah suatu permasalahan yang di alami oleh dua orang atau lebih. Salah satu penyebab Konflik adalah kesalapahaman dalam berkomunikasi . Bisa juga perbedaan pendapat antara kedua belah pihak atau lebih, sehingga menimbulkan konflik.
Berikut ini adalah lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
Konflik adalah suatu permasalahan yang di alami oleh dua orang atau lebih. Salah satu penyebab Konflik adalah kesalapahaman dalam berkomunikasi . Bisa juga perbedaan pendapat antara kedua belah pihak atau lebih, sehingga menimbulkan konflik.
Berikut ini adalah lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik dalam diri individu
Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang
tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
2. Konflik antar individu
dalam organisasi yang sama karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal
ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja
dan lain-lain.
3. Konflik antar individu dan
kelompok seringkali berhubungan dengan cara individumenghadapi tekanan-tekanan
untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja
mereka.
4. Konflik antar kelompok
dalam organisasi yang sama Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak
terjadi di dalam organisasiorganisasi.Konflik antar lini dan staf, pekerja dan
pekerja.
5. Konflik antar organisasi
konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.
Penyebab
Terjadinya Konflik:
1.
Suatu
situasi dimana tujuan-tujuan tidak sesuai
2.
Keberadaan
peralatan-peralatan yang tidak cocok atau alokasi-alokasi sumber daya yang
tidak sesuai
3.
Suatu
masalah yang tidak tepatan status
4.
Perbedaan
pandangan
5.
Adanya
aspirasi yang tidak ditampung.
Strategi Dalam Menyelesaikan Konflik
Mengendalikan konflik berarti menjaga
tingakat konflik yang kondusif bagi perkembangan organisasi sehingga dapat
berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika organisasi yang optimal.
Namun bila konflik telah terlalu besar dan disfungsional, maka konflik perlu
diturunkan intensitasnya, antara lain dengan cara :
1. Mempertegas atau
menciptakan tujuan bersama. Perlunya dikembangkan tujuan kolektif di antara dua
atau lebih unit kerja yang dirasakan bersama dan tidak bisa dicapai suatu unit
kerja saja.
2. Meminimalkan kondisi
ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme diatara unit-unit
kerja melalui kerjasama yang sinergis serta membentuk koordinator dari dua atau
lebih unit kerja.
3. Memperbesar sumber-sumber
organisasi seperti : menambah fasilitas kerja, tenaga serta anggaran sehingga
mencukupi kebutuhan semua unit kerja.
4. Membentuk forum bersama
untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama. Pihak-pihak yang
berselisih membahas sebab-sebab konflik dan memecahkan permasalahannya atas
dasar kepentingan yang sama.
Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk
mencapai tujuannya.Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas,
arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham
Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti
motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang
dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi
dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai
apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda
dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali
disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan
"saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini
bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat
belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan
istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah
alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan
intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi
intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali
upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan,
merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
Teori Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan
(energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya
dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu
itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu
akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik
dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang
motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan
pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya
pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin
Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu
dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2)
frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan
kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan
untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan
yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang
dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan
bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham
H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan
Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori
Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor
H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9)
teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber :
Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus
Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167).
1.
Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham
H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima
tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal
(physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2)
kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi
juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang
(love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin
dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self
actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama
(fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara
lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang
lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara
membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis
dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena
manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu
tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental,
intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik
pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia
dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan,
bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut
terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh
Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara
analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti
dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika
konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti
seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini
keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan
terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa
aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat
dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin
mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi
juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan
berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil
memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati
rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih
tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan
bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa : Kebutuhan
yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang
akan datang; Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik,
bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam
pemuasannya.
Berbagai
kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu
kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan
kebutuhan itu.
Kendati
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif.
2.
Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori
kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang
menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan
seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan
kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu
tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi
obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat
mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi
kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri
sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan
kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang
berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah
preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2)
menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya
mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran
misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan
mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3.
Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” .
Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga
istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness
(kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan
pertumbuhan) Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal
penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model
yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan
identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness”
senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan
“Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow.
Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu
diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih
lanjut akan tampak bahwa : Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu,
makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang
“lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah
dipuaskan; Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih
tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada
sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya,
seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan
antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4.
Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan
kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang
dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor
motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut
teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong
berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri
seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan
adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar
diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai
faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang
diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain.
Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status
seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya,
hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang
diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam
organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku. Salah satu tantangan
dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat
faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang
bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
5.
Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa
manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi
kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang
pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua
kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
Seorang
akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
Mengurangi
intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang
pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu : Harapannya
tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi
pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya; Imbalan
yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri; Imbalan yang
diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis;
Peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai. Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan
ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu
waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan
para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif
bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering
terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat
kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan
perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6.
Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam
penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a)
tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c)
tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang
strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan
tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
7.
Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul
“Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “
Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari
yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa
tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila
seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk
memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana,
teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan
untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat
terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan
memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan
menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi
manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri
karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai
dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang
paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting
karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara
pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
8.
Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah
dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan
pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti
sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional
disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai
konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai
faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah
perilaku.
Dalam
hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan
bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi
yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku
yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang
juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat.
Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat
pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi
konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun
dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya,
misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin
bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi
di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang
datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai
ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan
sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada
modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9.
Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada
satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan
dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan
sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan
model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di
kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori
yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu
sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun
eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang
mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e)
keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi
motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b)
kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d)
situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara
penerapannya.
- Back to Home »
- Tugas Soft Skill semester 2 »
- DINAMIKA ORGANISASI